Review : Harry Potter & The Deathly Hallows 1

Harry Potter selalu menjadi daya tarik bagi banyak orang termasuk saya. Bisa dilihat betapa ramainya orang-orang mengantri untuk mendapatkan tiket menontonnya. Datang cukup awal tak menjamin saya dapat menontonnya pada kloter pertama (jam 12.00) dan akhirnya saya kebagian kloter kedua (jam 15.00). Tiga jam saya lalui dengan berdiri sambil membaca Total Film dan Inside United di toko buku G. Setelah tiga jam terlewati, saya memasuki ruang studio bioskop yang tak ubahnya seperti tempat rekreasi (baca: piknik) keluarga.

Dan tempat duduk saya berada di tengah-tengah keluarga bahagia. Keluarga sebelah kiri repot dengan dua anaknya yang masih kecil yang nantinya akan mengganggu saya dengan tangisan serta rengekannya. Keluarga sebelah kanan, sang istri yang serba sok tahu tentang film ini terhadap suaminya. Sebuah spot yang sangat sempurna bagi saya, penonton yang tak berdosa. Satu hal aneh lagi yang terjadi, berada di bioskop itu seperti berada di sebuah angkutan umum (baca: angkot). Mereka seperti menunggu semua penonton untuk memenuhi bangkunya terlebih dulu sebelum mulai memutar filmnya.

"These are dark times, there is no denying."

Kembali ke topik utama, Harry Potter and The Deathly Hallows (Part 1) menceritakan kelanjutan kisah petualangan Sang Terpilih, Harry Potter (Daniel Radcliffe) beserta dua kawannya Ron Weasley (Rupert Grint) dan Hermione Granger (Emma Watson) dalam usaha menemukan dan menghancurkan Horcrux yang tersisa. Tak semudah itu, mereka juga harus menghindari kejaran para Snatcher dan Death Eater.

"If Voldemort really taken over the ministry,
none of the old places are safe."

Saya bertanya kepada diri saya sendiri, "Kenapa film ini harus dibagi menjadi dua bagian ya?". Kalau tujuannya hanya ingin mengeruk penonton dan uang. Ini jelas keputusan yang tidak bijak, sebab penonton dirugikan karena penonton akan kehilangan koneksi saat menonton bagian keduanya dan rasa ketidak puasan akan menyelimuti mereka. Menurut saya lebih baik dijadi satukan saja, saya rela menontonnya selama 5 jam atau lebih.

Jika dilihat dari novelnya yang menyajikan ketegangan pertempuran dan kejar-kejaran dengan para Death Eater, emosi kesedihan serta intrik-intrik yang terjadi. Merupakan hal lumrah jika saya menaruh harapan besar pada film ini. Namun yah, seperti film Harry Potter sebelum-sebelumnya yang memang jauh kalau dibandingkan dengan novelnya. Tensi ketegangan yang tidak terjaga, emosi antar karakter yang terasa kurang menyentuh. Saat saya membaca novelnya dahulu, saya membayangkan Harry dan kawan-lawan akan berpindah dari satu hutan yang kelam dan mencekam ke hutan lain yang tak kalah menyeramkan. Kenyataannya, di film ini hutan tersebut tampak seperti hutan yang memang menjadi tempat orang-orang biasa berkemah dengan suasananya yang cukup cerah.

"The Elder Wand, the most powerful wand ever made.
The Resurrection Stone. The Cloak of Invisibility.
Together, they make the Deathly Hallows. Together, they make
one master of death."

Dari aspek-aspek kekurangan di atas, film ini masih memiliki ciri khas yaitu jokes-nya yang terselip di antara dialog dan ekspresi pemainnya dan itu membuat seisi bioskop tergelitik. Harry Potter and The Deathly Hallows (Part 1) tak jauh berbeda dengan Harry Potter and The Half-Blood Prince. Meskipun begitu, saya tetap menyukai filmnya karena saya merupakan penggemar franchise Harry Potter dan Emma Watson adalah alasan saya untuk tetap setia kepada franchise yang satu ini. Tapi saya kecewa karena seharusnya saya lah yang melakukan adegan kissing dengan Hermione bukannya Harry (ngarep). Mudah-mudahan pada part keduanya (Juli tahun depan) bisa jauh lebih baik dan semoga banyak adegan Hermione menangis (dia terlihat manis saat menangis). Kesimpulannya, bagi anda yang telah membaca novelnya MUNGKIN pendapat anda takkan jauh berbeda dari saya namun bagi yang belum.

5 comments:

Anonymous said...

sebenarnya tidak semudah itu mengubahnya menjadi tidak "dua" bagian, karena dalam persiapannya itu bukan hanya harus mementingkan 5 jam pemutaran, tapi mereka membuat ini seperti ramuan polyjus pertama harry dkk., yang membutuhkan waktu yang sangat lama bukan? karena jika salah, fatal sekali akibatnya, mereka bisa saja tidak kembali kebentuk semula *red
begitu pula dengan film ini, satu take film bisa memakan waktu berjam-jam, bahkan bisa belasan jam,bahkan lebih... dan untuk tidak mengecewakan semua fans nya, mungkin mereka butuh waktu yang benar-benar lama... kita sabar aja ya... justru puncaknya ada di part 2 kok, jadi tenang aja kalau lupa part 1, itu ngga terlalu banyak b'pengaruh...ini sebenarnya juga seperti "penutup mulut bawelnya para fans" hehehe...

Thyo Aditya said...

@anonymous: iya gw jga stuju sama lo,tpi yg bikin gw kecewa tuh kesan misteri dan kelamnya kurang dapet bgt ga kyak di novelnya..hehe
dan bagian kejar2an sama Death eater jga kurang seru dan tegang.. :D
semoga part 2-nya bisa mengobati rasa kekecewaan gw di part 1..

Bang Mupi said...

Gua hanya suka bagian awalnya saja....dan bro kayaknya lu bakal ngarep terus nih karena ga bakal kesampaian hehehe...

Thyo Aditya said...

@bang mupi: iya bang gw jga suka yg awalnya doang..
pas hagrid dkk ngejemput harry trus d'kejar" sma death eater..
haha mungkin jga tpi gw masih berharap seenggaknya part 2 bisa memberi kesan baik bwt gw hehe :D

Anonymous said...

salam kenal.. gue Jiro
pada dasarnya review lo mewaikili sebagian fans harpot (termasuk gue).. tapi mungkin ada beberapa hal yang ingin gue sampaikan berdasar pada review lo..
pertama: masalah dibagi jadi 2 part.. pasti pihak produksi punya alasan yang logis knapa harus dibagi 2.. antara lain, mslh durasi, mslh detail yang terlampau banyak agar semua sampai ke penonton, dan mungkin mslh komersil juga termasuk... (hal ini sama dengan KCB) at least, sebagai penonton kita nikmati saja film yang disuguhkan pada kita... gue yakin gak ada sineas yang ingin bikin film jelek..
kedua: bukan bermaksud menggurui, maaf banget sblmnya... tp gue sering ngomong ke beberapa temen.. bila menonton sebuah film yang diadaptasi dari novel atau apapun.. tolong minimalisir membandingkan dengan novelnya... keindahan dalam novel berbeda dengan film karena medianya berbeda... hargai sebuah film selayaknya sebuah film... caranya? usahakan lupain semua yang telah dibaca, tontonlah filmnya dan nilai apakah pesannya sampai ke Anda atau tidak... bila sampai, berarti film itu tidak buruk... Apabila kita membandingkan 2 karya dari media yang berbeda, pasti cenderung akan pro pada media yang pertama kita nikmati... jurus yang sama berguna pula pada hal sebaliknya bila ada novelisasi dari sebuah film... jangan disangkutpautkan dengan film bila membaca novelnya...

terima kasih
sekali maaf bila menyinggung perasaan... Gue peduli ama orang2 pecinta film kayak lo... gue seneng kalo bisa sharing2 pendapat tentang film kyk gini..
Pada dasarnya, pendapat semua orang gak ada yang salah.. semua orang berhak berpendapat... akan tetapi, bila ada ketidaksetujuan berhak juga diutarakan.. dan itulah yang memperindah sebuah diskusi.. Iya toh? Peace... btw,
NUMPANG PROMOSI (KRITIK PENONTON)
Review terbaru kritik penonton ada lima film:
-inglourious basterds
-eat pray love
-step up 3d
-megamind
-harry potter and the deathly hallows

silakan lihat di:
http://kritikpenonton.wordpress.com/

bila berminat silakan gabung di group kritik penonton:
http://www.facebook.com/group.php?gid=273070875272&ref=ts

bisa juga follow @kritikpenonton / http://twitter.com/kritikpenonton